Saturday, January 24, 2009

Jembatan Indah

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatam pertanian, dan bahu membahu dalam usaha perdangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur sapa.

Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. ”Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan,”kata pria itu dengan ramah.

”Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan.””Oh ya!” jawab sang kakak.”Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sana. Itu adalah rumah tetanggaku,........ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami.

Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya.” Kata tukang kayu,”saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang.”

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian.

Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar. ”Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku.” kata sang adik pada kakaknya.

Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu,” pinta sang kakak. ”Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini,” kata tukang kayu, ”tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan.”

Apa yang bisa kita petik dari kisah diatas? Pertengkaran, perselisihan seringkali terjadi dalam keseharian kita. Dibutuhkan sikap rendah hati dari salah seorang yang berselisih untuk bisa mencairkan suasana yang keruh, panas dengan permintaan maaf yang tulus dari hati. Permintaan maaf membawa dampak yang luar biasa bagi orang yang merasa di sakiti, hati yang tadinya panas kembali menjadi dingin. Bila dua orang yang berselisih tidak mau saling mengalah, maka dibutuhkan pihak ketiga yang mau dan berusaha keras untuk mendamaikan keduanya. Orang ketiga ini bisa teman-teman dari keduanya, saudara atau bahkan orang yang tidak dikenal oleh keduanya namun peduli dengan masalah mereka.

0 comments:

  © Blogger template por Emporium Digital 2008

Voltar para o TOPO